Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Kamis, 27 Oktober 2011

"LARANGAN-LARANGAN POKOK DALAM EKONOMI DAN KEUANGAN ISLAM"

Pada bab ini akan dibahas mengenai dasar-dasar bisnis dan keuangan Islam termasuk diantaranya larangan-larangan pada aktivitas bisnis dalam kerangka Syari’ah.
Islam membatasi kebebasan dalam kegiatan bisnis dan transaksi keuangan, degan maksud:
·        Untuk menghindari ketidakseimbangan keuntugan dan ketidakadilan.
·        Dengan system Syari’ah dapat terciptanya dan terjaminnya keadilan terhadap investor, komunitas bisnis dan institusi.
http://tuanbri.com
Larangan-larangan
Syari’ah mengidentifikasi beberapa elemen yang harus dihindari dalam transaksi bisnis, yaitu Riba, Gharar, dan gambling.

1.      Larangan Riba
ö  Transaksi Riba sama saja dengan perang kepada Allah.
ö  Baik peminjam dan yang meminjam ihukum sama jika menggunakan “Riba”.
ö  Setiap kelebihan jumlah, kecil atau besar, melebihi pokok pinjaman tersebut merupakan riba.
ö  Para ahli ekonomi dan pembuat kebijakan percaya bahwa keuntungan dalam penjualan kredit oleh bank-bank Islam menyerupai Riba.
ö  Larangan Riba dalam Al Qur’an dan Sunnah:
         Al-rum (ayat 39)
         Al-nisa’ (161)
         Ali-imron (130)
         Al-baqarah (275-281)
         Hadis-hadis tentang riba
ö  Riba dalam pinjaman/utang
“Riba” berarti keuntungan yang dilarang. Hal ini menjelaskan bahwa semua pendapatan dan pemasukan , penjualan dan upah, renumerasi dan keuntungan, riba dan bunga, sewa menyewa dll. dapat dogolongkan ke dalam:
-       Keuntungan dari perdagangan dan bisnis sepanjang disertai dengan tanggung-jawabnya : boleh
-       Pengembalian kas atau   bentuk kas yang terkonversi tanpa adanya tanggung jawab atas  kas atau modal yang diputar : dilarang.
ö   Bagaimana untuk membedakan
Jawabannya berada pada membedakan kontrak dalam semua sector transaksi bisinis yaitu:
o       Penjualan (sale) baik itu cash ataupun kredit.
o       Peminjaman (loaning).
o       Penyewaan (leasing).
Saat transaksi dilakukan masing-masing memiliki implikasi yang berbeda terhadap transfer kepemilikan, resiko dan kewajiban.
ö  Dalam Ba’I atau jual-beli,
kepemilikam komoditas yang terjual akan berpindah ke pembeli saat transaksi. Hal ini membuat tidak ada perbedaan antara spot dan deffered atau tertunda.
-       Dalam kasus Salam, meskipun barang ditransfer pada waktu yang akan datang, kedua pihak wajib untuk memberikan mengambil kepemilikan  pada waktu yang disepakati, tidak terpengaruh oleh naik turunnya harga pada saat penyerahan
-       Salam (forward sale) adalah perjanjian jual-beli yang menyerahkan barangnya bukan pada saat jual-beli tetapi pada saat yang akan dating, dengan catatan harga yang digunakan adalah harga yang disepakati pada saat hari perjanjian.
-       Jika transaksi berupa Hibah (gift), transfer kepemilikan asset terjadi secara permanent secara free.
ö  Pinjaman (loan),
dalam keuangan Islam adalah free of any charge. Loan adalah transfer kepemilikan barang/ aset secara temporer/ sementara  dan bebas dari setiap pembayaran.
-       Loan terdiri dari dua pihak: debitor (peminjam) dan kreditor (yang meminjami).
-       Debitor memiliki kewajiban untuk membayar atau mengembalikan kembali asset yang sama kepada kreditor.
-       Dalam loan atau debt disebut Riba jika terjadi pembayaran bunga.
ö  Ijarah,
berarti leasing atau menyewa.
Yang menyewakan disebut: lessor, lessor bertanggung jawab atas biaya-biaya terkait dengan kepemilikan dan kehilangan dari asset.
Penyewa disebut: lesse, lesse berhak menggunakan asset. 
Yang disewakan adalah barang-barang yang tidak bisa dimakan termasuk juga uang tetapi rumah,mobil boleh disewakan.
Ijarah mirip dengan capital lease yaitu setelah waktu tertentu boleh mengambil keputusan mengambil asset atau mengembalikan asset.
ö  Riba dalam transaksi penjualan atau pertukaran,
Dalam barter menurut Islam, tidak boleh pada barang yang sama karena bila salah satunya membutuhkan dan barter tidak ada penentuan eksak yang jelas. Ex.: emas dengan emas, gandum dengan gandum.
Jika komoditas yang dipertukarkan heterogen, emas dengan perak,  dolar dengan yen, kelebihan/kekurangan boleh, tetapi penundaan dilarang. 
2.      Larangan Gharar
ö  Gharar; ketidakpastian yang disebabkan oleh ketidakjelasan (lack of clarity) terkait dengan barang atau harga dalam kontrak jual-beli.
ö  Gharar dapat dihindari jika beberapa standard atau kejelasan dipenuhi.
ö  Gharar pada perjanjian termasuk:
   Dua penjualan dalam satu transaksi
   Kontrak yang terlalu kompleks
   Penjualan barang dengan keterangan  palsu
   Menjual barang yang penjualnya tidak mampu men-deliver
   Membuat kontrak yang kondisional

3.   Larangan Maisir atau Qimar
ö  Maisir bearti mengharapkan suatu barang berharga dengan pengurangan dan tanpa membayar sejenis kompensasi (‘Iwad) tanpa bekerja atau dengan kata lain melalui jalan permainan.
ö  Qimar berarti menerima uang, keuntungan atau memetik hasil dari biaya lainnya melalui usaha untung-untungan.
ö  Gambling merupakan bentuk dari Gharar karena penjudi (gambler) tidak memnghiraukan akibat dari perjudian. Seseorang meletakan uang pada pertaruhan yang nantinya akan membuat seseorang tersebut memiliki uang dalam jumlah sangat banyak dengan juga resiko kehilangan uang yang dipertaruhkan. Ex.: Undian melalui SMS.

Tidak ada komentar: