Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Kamis, 24 Februari 2011

Kasus Manajemen SDM: A Team Approach to Selling at Cutler-Hammer (Bagian 2)

 Agar tim menjadi efektif, syaratnya : (a) create clear goals, (b) Encourage the team to go for small wins, (c) Build mutual trust, (d) Ensure mutual accountability and a sense of common purpose, (e) Provide the necessary external support, including training, and (f) Change the team’s membership if and when necessary.

Apakah yang terjadi di Cytler-Hammer dapat menjadi pelajaran bagi perusahaan lain ?
Agar penolakan terhadap pembentukan tim tidak terjadi maka perusahaan yang akan melakukannya harus : (a) menganalisis kemampuan karyawanny, (b) komunikasikan sebelum maupun sesudah pembentukan tim dilakukan sehingga karyawan memahami alasan dan tujuan pembentukan tim tersebut, (b) libatkan karyawan dalam pembentukan tim tersebut.

SL dalam tim dapat dicegah dengan : (a) buat masing-masing kinerja anggota tim dapat diidentifikasi secara jelas, (b) buat tugas kerja menjadi sesuatu yang lebih penting dan lebih menarik dibandingkan kepentingan pribadi lainnya, (c) hargai individu yang memiliki kontribusi terhadap kinerja kelompoknya, dan (d) terapkan sanksi bagi anggota yang melanggar ketentuan kelompok.

Selain itu tim nya sendiri dapat menemui kegagalan yang biasanya disebabkan oleh : (a) kesalahan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan dan (b) timbulnya masalah-masalah dalam diri anggota tim itu sendiri.

Untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat antar tim/kelompok/group dalam organisasi sebaiknya : (a) memberi penghargaan pada tim atas kontribusinya pada organisasi secara keseluruhan, (b) Cegah persaingan menang-kalah untuk suatu penghargaan yang penting, (c) Menghargai tim yang dapat memberi bantuannya pada tim lainnya, (d) Mendorong terjadinya interaksi yang intensif diantara anggota dari tim yang berbeda, (e) mencegah terjadinya penarikan diri tim dari lingkungan dan menjadikannya terisolasi dari tim lainnya, dan (f) merotasi anggota tim satu ke tim lainnya yang berbeda.

SOCIAL LOAFING
Pada era sekarang diyakini bahwa pada saat seorang individu bekerja kelompok, akan muncul spirit tim yang memacu usaha individu tersebut dan meningkatkan produktivitas kelompok secara keseluruhan.  Publikasi mengenai kelompok kerja yang banyak muncul selama ini juga selalu menekankan pada sisi positif  dibentuknya kelompok kerja tersebut.

Padahal pada  kenyataannya,  tidak tertutup kemungkinan apabila seorang individu bekerja kelompok, produktivitas individu tersebut malah menurun. Kondisi ini dikenal dengan sebutan Social Loafing (SC) yaitu penurunan motivasi dan usaha pada saat seorang individu bekerja secara kelompok dibandingkan dengan apabila mereka bekerja secara individu.

Munculnya SC dapat disebabkan karena  ketiadaan kepercayaan di antara angggota maupun kepada pimpinan kelompok, sulitnya mengidentifikasi kontribusi individu terhadap kinerja kelompok, sulitnya menentukan hubungan antara input dengan output dan minimnya evaluasi terhadap potensi anggota. Menurut Latane dalam Jurnal Psychology Today terbitan New York, disinyalir SC ini menjadi salah satu kontributor terhadap menurunnya produktivitas tenaga kerja di Amerika Serikat.

Pada saat kontribusi individu terhadap kinerja kelompok sulit untuk diidentifikasi karena besarnya kelompok ataupun ketergantungan tugas yang tinggi, maka seorang individu cenderung menunjukkan SC atau mengurangi usahanya dibandingkan saat mereka bekerja sendirian.  Nilai, sikap dan mood seseorang juga sangat mempenagaruhi munculnya SC . 

Misal, jika seorang individu secara ekstrim menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaannya karena dia meyakini bahwa pekerjaan tersebut sangat membosankan, hal ini akan menyebabkan peluang munculnya SC. Atau apabila seorang individu merasa bahwa nilai-nilai ditempat kerja dirasakannya  tidak adil (tidak mncerminkan “a fair day’s work for a fair day’s pay”).

UNTUK MENGENDALIKAN SC, MANAJER KELOMPOK KERJA HARUS :
(1) menyusun kelompok kerja yang terdiri dari orang-orang yang memiliki ketrampilan dan keahlian khusus yang setara sehingga setiap anggota merasa sangat diperlukan dan dapat mempengaruhi output kelompok. Idealnya, setiap anggota kelompok harus dapat menyerap ketrampilan baru dan mau saling belajar di antara anggota kelompok. Pada saat kelompok disusun, setiap anggota dengan keahlian masing-masing harus secara eksplisit mengurangi perasaan untuk saling mengalahkan.

 (2) Menyesuaikan jumlah anggota kelompok dengan kebutuhan pekerjaan, sehingga usaha setiap anggota secara jelas terlihat.

 (3) Mengatasi semua masalah yang muncul dengan segera, sehingga tidak  mempengaruhi kinerja kelompok. Jika kelompok mengalami kesulitan dalam berkinerja dan anggota tidak bekerja sebagaimana seharusnya, maka manajer harus segera mengembangkan strategi yang lebih efektif / meningkatkan komunikasi dalam kelompok untuk menjembatani rendahnya koordinasi maupun untuk mengembalikan semangat anggota.

(4) Lebih memotivasi kelompok dengan memberi kelapangan waktu  untuk menyusun perencanaan dan menyelesaikan pekerjaan.

Selain itu, secara rutin dilakukan  monitoring terhadap perilaku anggota agar perilaku sesuai dengan yang direncanakan.

Evaluasi terhadap perilaku berkinerja harus dilakukan secara periodik dengan menggunakan sistem evaluasi yang dipercaya keandalannya oleh semua pihak yang terkait. Program evaluasi ini diharapkan  dapat meminimalkan kelalaian sehingga  pemberian hukuman juga dapat diminimalkan. Dengan ditetapkannya hukuman sebagai ancaman, kinerja kelompok diharapkan akan meningkat, atau dengan kata lain meminimalkan munculnya SC.

 Di sisi lain, penghargaan yang bersifat individu juga harus disediakan untuk menghargai kontribusi individu terhadap kinerja kelompok . Misal, memberikan bonus kepada semua tenaga penjualan apabila mereka mampu mencapai target penjualan secara keseluruhan yang telah ditetapkan. Hal ini diharapkan akan membuat individu lebih terfokus pada tujuan kelompok dibandingkan tujuan individual. Hal ini penting karena kesuksesan organisasi lebih banyak dipengaruhi oleh kinerja kelompok dibandingkan kinerja individu secara sendiri-sendiri.

Sumber: handout TPO (Ibu Suhartini, Dosen MSDM UII Jogja)

Tidak ada komentar: