Cari Blog Ini

Powered By Blogger

Senin, 21 Februari 2011

Riba dan Bagi Hasil (Bagian 1)

Pengertian RIBA
Riba berarti menetapkan bunga / melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam.

Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan) berarti tumbuh dan membesar .

Riba menurut istilah teknis berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

Riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah. 
Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). 
Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan. 
Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. 
Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Barang ribawi meliputi:
1.Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.
2.Bahan makanan pokok seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dalam kaitan dengan perbankan syariah implikasi ketentuan tukar-menukar antarbarang-barang ribawi dapat diuraikan sebagai berikut: 
1. Jual-beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual-beli. Misalnya rupiah dengan rupiah hendaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserah-kan ketika tukar-menukar.
2. Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehkan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan pada saat akad jual-beli. Misalnya Rp 5.000,00 dengan 1 dollar Amerika.

3. Jual-beli barang ribawi dengan yang bukan ribawi tidak disyaratkan untuk sama dalam jumlah maupun untuk diserah-kan pada saat akad. Misalnya mata uang (emas, perak, atau kertas) dengan pakaian.

4. Jual beli antara barang-barang yang bukan ribawi diperbolehkan tanpa persamaan dan diserahkan
pada waktu akad, misalnya pakaian dengan barang elektronik. 
Larangan Riba dalam Al Qur’an dan As Sunnah
Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak ditu-runkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap yaitu: 
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati kepadaAllah. 
"Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Q.S.ArRum:39).
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah  mengancam memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.
“Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka yang (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An Nisa: 160-161)
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut. Allah berfirman .
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat-ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Ali Imran: 130).
 

Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa (dari berbagai jenis) riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (Q.S. Al Baqarah: 278-279)
Larangan Riba dalam Hadits
Diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Abu Bakr bahwa ayahnya berkata, “Rasulullah e melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita.” (H.R. Bukhari no. 2034, kitab Al Buyu).

Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.” (H.R. Muslim no. 2995, kitab Al Masaqqah).
Riba dalam Penerapan Ekonomi Islam
Dalam Islam, memungut riba adalah haram

Pandangan ini mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena bunga bank termasuk ke dalam riba.

Riba dalam pinjaman/utang
    “Riba” berarti keuntungan yang dilarang. Hal ini menjelaskan bahwa semua pendapatan dan pemasukan , penjualan dan upah, keuntungan, riba dan bunga, sewa menyewa dll. dapat dogolongkan ke dalam:
  • Keuntungan dari perdagangan dan bisnis sepanjang disertai dengan tanggung-jawabnya : boleh
  • Pengembalian kas atau   bentuk kas yang terkonversi tanpa adanya tanggung jawab atas  kas atau modal yang diputar : dilarang 
Riba dalam transaksi penjualan atau pertukaran
Dalam barter menurut Islam, tidak boleh pada barang yang sama karena bila salah satunya membutuhkan dan barter tidak ada penentuan eksak yang jelas. Ex.: emas dengan emas, gandum dengan gandum.

Jika komoditas yang dipertukarkan heterogen, emas dengan perak,  dolar dengan yen, kelebihan/kekurangan boleh, tetapi penundaan dilarang.
 Sumber: berbagai sumber diolah Nisma Islami SE

Tidak ada komentar: